Headlines News :

Latest Post

Tampilkan postingan dengan label Movie. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Movie. Tampilkan semua postingan

[Review] 'PERAHU KERTAS', Pertautan Radar Kugy dan Keenan KUGY DAN KEENAN

Written By Nana Rosalina on Oktober 30, 2012 | 21.05



Melakukan visualisasi dari novel laris bukanlah perkara mudah. Bagai sisi mata uang, jika adaptasi tersebut berhasil, tak ada yang perlu dikecewakan, baik pembaca maupun penikmat film. Namun jika gagal, tontonan itu akan hadir tanpa esensi dan mudah terlupa begitu keluar dari gedung bioskop.

PERAHU KERTAS menempati sisi kedua. Film yang diangkat berdasar novel berjudul sama buah karya Dewi Lestari ini telah gagal melakukan tugas sebagai film adaptasi yang baik.

Sebenarnya bukan hal yang muluk. Namun alangkah lebih baik jika dibiarkan menjadi sastra sarat emosi. Dibanding merusaknya jadi sajian seringan kapas yang jatuh tanpa arah setelah terombang-ambing ditiup angin.

Padahal film ini masih hadirkan kisah unik Kugy dan Keenan serta tentu saja radar mereka. Namun pertautan hati keduanya dalam menggapai mimpi dan cinta berjalan tanpa makna. Kering.


Paruh pertama, Dewi Lestari terlihat tak memiliki pegangan. Dia kebingungan bagaimana mengarahkan 'anaknya' untuk berjalan normal. Dilihat dari opening saja PERAHU KERTAS telah gagal menyentuh rasa.

Dari paruh pertama Dee telah sukses lakukan usaha bunuh diri. Tak ada kejelasan tentang Belanda seperti pada bab awal novel. Padahal Ira Wibowo sempat lakukan dialog berbahasa Belanda. Jika penonton belum membaca source-nya, tentu mereka akan bertanya kenapa bisa tiba-tiba ada percakapan itu? Ini adaptasi, bukan menyuruh penonton awam untuk tahu seluk beluk novelnya, bukan?

Masalah berikutnya menyoal rentang waktu yang begitu absurd. Perpindahan terjadi secara tiba-tiba dan tanpa makna yang jelas. Semua serba kilat dirangkum agar film menemui titik di mana kisah Kugy dan Keenan harus bersinggungan. Hingga ketika paruh kedua bergulir dengan cukup mengikat, penonton sudah dibuat enggan untuk terlena karena bosan.

Hal di atas diperparah dengan lemahnya pemilihan pemain utama. Maudy Ayunda gagal menjadi Kugy yang aneh. Adipati Dolken juga gagal hadirkan Keenan dengan segala konflik dalam dirinya. Keduanya gagal tampilkan chemistry yang baik.

Padahal jika dilihat dari segala atribut mulai setting lokasi hingga pernak pernik lain, Hanung Bramantyo sebagai sutradara begitu niat membawa ruh dalam buku ke layar lebar. Namun sayang hasil akhirnya begitu mengecewakan. 

Seperti judul filmnya itu sendiri, PERAHU KERTAS telah menenggelamkan perahunya ke dasar laut. Parahnya, agen neptunus enggan mengikuti ke mana tenggelamnya. Maka selamat jalan Kugy, perahu kertasmu akan terkenang hanya dalam lembaran kertas. Itu saja.

(kpl/abs)


[Review] 'IRON SKY', Ketika Nazi Menghuni Bulan

Written By Nana Rosalina on Oktober 15, 2012 | 21.21



Nazi adalah simbol kesadisan pada Perang Dunia II. Namun di tangan sutradara debutan Timo Vuorensola, kekejian itu sirna dan berganti menjadi kekonyolan.

Alkisah sejak kekalahan mereka pada tahun 1945, tidak semua Nazi tertangkap. Entah bagaimana caranya, mereka hijrah ke bulan dan menjadikan tempat tersebut sebagai markas dalam menyusun rencana menaklukan bumi kembali.

Namun butuh bertahun-tahun kemudian untuk Nazi bisa lancarkan serangan. Itupun setelah meyakini bahwa smartphone sanggup lancarkan invasi mereka.


Smartphone? Are you seriously kidding me? No, jangan terlalu serius saat menonton film kerja sama tiga negara ini. Bukan karena ada unsur sains fiksi dan kekejaman Nazi sebuah film harus melulu serius. Buktinya IRON SKY mampu membuat sebuah pembaruan dalam pakem yang selama ini disamaratakan.

IRON SKY memang hadir tak sempurna. Di balik ide gila yang dihadirkan, terdapat beberapa momen cukup mengganggu. Seperti isu rasisme yang digunakan sebagai alat pengocok perut. Di beberapa part memang tampak lucu, namun seterusnya seperti terpaksa. Belum lagi sempalan adegan slapstick maksa, naskah timpang dan akting yang terbilang buruk.

Untungnya semua mampu terselamatkan oleh klimaks namun mampu hadir lumayan memukau. Dengan budget murah, film ini bisa memberi sajian nyata peperangan di luar angkasa antara Nazi yang sudah huni bulan selama 70 tahun melawan manusia bumi.

(kpl/abs)


Sumber: http://www.kapanlagi.com

[Review] 'PREMIUM RUSH', Bersepeda Memecah Manhattan



Wilee (Joseph Gordon-Levitt) adalah satu di antara 1.500 kurir bersepeda yang setiap hari berjibaku dengan hiruk pikuk lalu lintas Manhattan. Suatu sore dia ditugaskan mengantar paket dari Nima (Jamie Chung), temannya sekaligus roommate kekasihnya, Vanessa (Dania Ramirez).

Namun paket itu ternyata bukanlah paket biasa. Tak heran bila polisi korup bernama Bobby Monday (Michael Shannon) berusaha mati-matian mendapatkannya.

Karena rasa tanggung jawab yang begitu kuat, Wilee tentu tak mau begitu mudah serahkan paket yang hampir celakakan hidupnya. Maka terjadilah aksi kejar-kejaran antara Wilee di atas sepeda modif-nya melawan Monday dengan mobilnya dan tentu saja beberapa orang lain yang memiliki tujuan masing-masing.

David Koepp, penulis naskah MISSION: IMPOSSIBLE kembali nahkodai sebuah film setelah terakhir besut GHOST TOWN di tahun 2008. Menggunakan ide yang cukup orisinal, bersama John Kamps, dia mengolah plot sederhana namun dituturkan dengan sedemikian menarik. Jadilah PREMIUM RUSH, di mana menonton para pesepeda ini seperti saksikan versi sederhana FAST AND FURIOUS. Seriously?

Ya, dengan alur maju mundur, Koepp mampu membuat action thriller ini begitu menarik sejak awal. Kita sebagai penonton akan dibuat peduli dengan nasib para karakter hingga film berakhir. Bahkan tak segan untuk mengumpat karena akting para pemain begitu natural. Lihat saja Michael Shannon yang sebelumnya terlibat dalam TAKE SHELTER. Jika sebelumnya dia mampu tampil depresif, dalam film ini Koepp mengubahnya menjadi polisi super duper menyebalkan yang membuatmu tak sabar untuk segera menonjok tanpa banyak bicara.

Tak hanya Shannon yang bisa mengambil perhatian, Joseph Gordon-Levitt juga mampu tampil prima sebagai Wilee. Seolah jika bukan Levitt, PREMIUM RUSH akan tampil dengan sangat biasa.

Meski sebenarnya tak ada yang baru dengan struktur ceritanya, namun Koepp mampu mengemas filmnya dengan hati dan segala pernak pernik di era berbasis internet ini. Sehingga bersepeda yang sebelumnya tampak biasa saja bisa dibuat begitu 'WOW'. Ya, kapan lagi melihat kebut-kebutan dengan sepeda bisa membuatmu susah bernapas jika bukan dalam film produksi Pariah ini.

Selain cara bertutur yang begitu dinamis dan cepat, ada scene-scene unik saat Wilee mendapat sebuah penglihatan tentang opsi-opsi dalam memilih jalur aman untuk bersepeda. Sungguh hal yang menarik meski bukanlah ide mutakhir di dunia perfilman.

Walau ada sedikit faktor tak realistis dalam badan ceritanya, PREMIUM RUSH adalah salah satu action thriller terseru tahun ini. Kehebatan bertutur Koepp di dukung scoring menggebu David Sardy, sinematografi Mitchell Amundsen serta permainan apik para jajaran utama membuat film ini sangat wajib untuk disaksikan.

(kpl/abs)



[Review] 'SADAKO 3D', Rusaknya Pencitraan Horor Sadako



Sadako adalah ikon hantu wanita asal Jepang yang sukses memasuki mimpi buruk penggila horor di seluruh dunia. Dengan rambut panjang menjuntai menutupi muka dan caranya keluar dari televisi, Sadako siap menghentikan detak jantungmu.

Sebelas tahun telah berlalu sejak prekuel bertajuk RING 0: BIRTHDAY dirilis. Atsuyuki Shimoda, produser film KAIRO yang kemudian di-remake oleh Hollywood dengan judul PULSE, coba meremajakan sosok Sadako dalam balutan 3D.

Namun niat baik Shimoda berubah menjadi mimpi buruk penggila Sadako kala sutradara Tsutomu Hanabusa sukses merusak citra yang susah payah dihadirkan Koji Suzuki dan Hideo Nakata. Dalam SADAKO 3D, sosok Sadako benar-benar tampak tolol. Alih-alih tampil menyeramkan, kehadiran wanita dengan model rambutnya yang absurd namun membuat bulu kuduk berdiri, malah memancing tawa miris.

Kesalahan terletak pada skenario racikan sang sutradara bersama Yoshinobu Fujioka. Cerita dan dialog yang ada begitu dangkal. Kedangkalan itu semakin diperparah dengan akting ensemble cast yang entahlah, sedang berakting atau bagaimana.

Cara eksekusi Hanabusa pun semakin menjerumuskan SADAKO 3D menjadi film horor terburuk. Terlebih ketika kemunculan sosok Sadako tak lagi dari televisi melainkan ponsel dan layar komputer. Geez, benar-benar ide yang hebat untuk merusak citra seram Sadako!

Mungkin bila dagelan persatuan hantu sedunia benar-benar ada, bisa dipastikan Sadako akan mengutuk filmmaker SADAKO 3D karena berhasil merusak citra horor dalam dirinya. Sama seperti keinginan pocong dan kuntilanak yang citranya dirusak oleh horor-horor komedi yang wara-wiri di bioskop lokal.


(kpl/abs)


Diberdayakan oleh Blogger.

Annyeong..:)


 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Annyeong.. :) - All Rights Reserved
Template Created by Nana Published by Nay-nay
Proudly powered by Blogger